Kontinum.org – Jurnal Antiotoritarian Online

Teks

SEBUAH DUNIA YANG AKAN KOLAPS

January 8, 2011 by Ishmael Yahalah in Artikel, Resensi with 1 Comment

Judul : Collapse (Based on The Book of Jared Diamond)
Sutradara/penulis : Noel Dockstader
Editor : Steve Eagleton
Tahun : September, 2010
Produser : Noel Dockstader
Produksi : Far West Film Co. & National Geographic Television
Peresensi : Ishmael Yahalah

Jared Diamond telah menggugah banyak orang di berbagai belahan dunia ini. Dalam tulisan-tulisannya, Diamond memberikan pandangan dan penafsiran ulang atas sejarah dan peradaban yang berdiri saat ini. Tulisannya yang kaya sekaligus kontroversial merentang dari sejarah hingga geografi, dari fisiologi hingga arkeologi. Dalam buku terkenalnya Gun, Germs, and Steel (2006) yang memenangi hadiah Pulitzer, Profesor Diamond menyingkap bagaimana peradaban di dunia ini bisa terbentuk sedemikian rupa melalui proses yang tidaklah alamiah. Ia menjelajahi gurun di Afrika, hutan Papua, kota-kota kuno di Bulan Sabit Subur, hingga Amerika Selatan. Salah satu tesis pentingnya bahwa agrikultur adalah “kesalahan terburuk dalam sejarah umat manusia”, menjadi perbincangan yang sengit di kalangan yang mendukung dan menolak tesis tersebut.

Dan di buku setelahnya Collapse : How Society Choose to Fail or Succeed (2005), Diamond belum beranjak dari tesis awalnya tersebut. Jika  dalam “Gun, Germs and Steel” profesor fisiolog ini menjabarkan tentang asal usul dan kejatuhan sebuah peradaban, maka “Collapse” lebih banyak mengurai konsekuensi yang tidak bisa dijauhkan, manakala sebuah peradaban berjalan. Yang pada akhirnya, dikarenakan karakternya yang destruktif, peradaban akan runtuh mengulangi sejarah-sejarah terdahulu di masa silam.

Film “Collapse” ini adalah kolaborasi kedua National Geographic dengan sang Professor, setelah Gun, Germs and Steel (2008) yang terdiri atas tiga seri diproduksi.

Seperti gagasan inti dalam buku yang melatarbelakangi film ini, Collapse membawa sebuah pertanyaan besar ke ruang tengah rumah kita saat menontonnya : apa yang akan terjadi dengan bumi ini jika kehidupan kita pertahankan seperti sekarang ini? Jawabnya : kolaps!

Collapse adalah pengujian mengenai kebiasaan-kebiasaan dalam peradaban manusia yang dapat berdampak pada keseluruhan jejaring kehidupan dan bumi. Film ini meninjau ulang, mengujinya dengan standar pengetahuan terkini, dan memberikan kesimpulan mengenai relasi antara metode kehidupan harian kita dengan efeknya ke depan. Dan tentu saja, berdasarkan kejadian-kejadian di masa silam serta fakta dan kecenderungan terkini, ia menunjukkan bahwa apa yang terjadi belakangan ini seperti penyusutan lahan, krisis pangan, air dan sumber energi berpotensi mendorong kolapsnya peradaban.

Memang bukanlah hal baru dalam mengkonversi buku menjadi film. Namun jika buku yang dimaksud adalah buku non-fiksi setebal 571 halaman, untuk kemudian diperas menjadi film dokumenter berdurasi lebih dari 90 menit yang bisa ditonton oleh semua kalangan, tentu memiliki tingkat kesulitan tersendiri. Tetapi sang sutradara sekaligus penulis skenario Noel Dockstader punya siasat.

Berbeda dengan Inconventional Truth dimana Al Gore membangun argumen yang kuat dan populer tentang gejala pemanasan global dengan menyandingkan  paradoks masa lalu dengan yang kini terjadi di bumi. Dalam Collapse, Dockstader juga sekaligus membangun visualisasi masa depan untuk menggambarkan situasi yang bisa (atau akan!) terjadi –namun belum nampak disebabkan jaraknya yang terlalu dekat dengan kita dan karenanya lebih sering diremehkan. Dengan plot alur maju-mundur, versi film ini cukup berhasil memisahkan diri keluar dari bayang-bayang Collapse versi buku yang lebih dahulu popular.

Collapse mengajak melakukan perjalanan waktu menembus 200 tahun ke masa depan untuk melihat seperti apa sebuah peradaban yang kita tempati ini nantinya, sambil sesekali melongok ke ribuan tahun yang lampau. Interpretasi visual terhadap tulisan Jared Diamond ini memang cukup membantu untuk membangun kontras dan abstraksi antara kisah masa silam, sekarang dan masa depan.

Diceritakan, sekelompok ilmuwan di tahun 2210 yang tergabung dalam Project Collapse, paska kolapsnya peradaban saat ini, meneliti sisa-sisa keruntuhan. Mereka meneliti sisa-sisa dan artefak dari 200 tahun yang lalu (yakni masa sekarang) untuk mencari tahu mengapa peradaban sekarang runtuh. Para ilmuwan di masa depan tersebut mendatangi gurun bekas kota Phoenix, yang peradabannya runtuh karena pengelolaan sumber air. Mereka juga mengunjungi Central Valley, bekas lahan pertanian raksasa di California, hingga menyelami laut di perairan yang dulunya merupakan kota padat Cape Canaveral, Florida.

Berbagai artefak sisa-sisa manusia jaman sekarang ditemukan para peneliti. Dari kolam renang di rumah-rumah warga Amerika, bangkai pesawat luar angkasa, hingga ikon peradaban modern kita : mobil. Berdasarkan temuan artefak-artefak tersebut para ahli menelusuri mengapa peradaban yang berdiri saat ini bisa runtuh.

Apa yang dimaksud dengan situasi “kolaps” sendiri dijabarkan Jared dalam bukunya ‘Collapse : How Society Choose to Fail or Succeed’, sebagai “penurunan drastis jumlah populasi manusia dan atau kompleksitasnya secara sosial, ekonomi, politik, pada wilayah dalam sebuah rentangan waktu.” Kejatuhan sebuah peradaban diawali oleh kemunduran-kemunduran yang dialaminya sedikit demi sedikit, yang dapat ditandai dengan beberapa bentuk-bentuk kecil (milder type) sebelumnya.

Bentuk-bentuk tersebut dapat berupa kemunculan atau kejatuhan yang bersifat minor yang ditandai dengan terjadinya restrukturisasi dalam sebuah masyarakat secara politik, ekonomi atau sosial; ditaklukkannya sebuah masyarakat oleh masyarakat tetangganya, atau kemundurannya terkait kejayaan daerah tetangganya tanpa adanya perubahan dalam keseluruhan populasi atau kompleksitas pada seluruh wilayah tersebut; dan pergantian elit penguasa dari satu ke satu lainnya.

Diamond memberikan beberapa contoh peradaban yang kolaps dalam sejarah dunia silam seperti Anasazi dan Cahokia di daerah yang kini kita kenal sebagai perbatasan Amerika Serikat dan Meksiko, kota-kota suku Maya di Amerika Tengah,  masyarakat Moche dan Tiwanaku di daerah selatan benua Amerika, peradaban Mycenean di Yunani serta Minoan Crete di Eropa, zaman kebesaran Zimbabwe di Afrika, era Kuil Angkor di Kamboja, peradaban di kota-kota di Lembah Hindus, hingga Pulau Easter di kawasan Pasifik.

Di awal, Diamond mencontohkan peradaban Anasazi di Yucatan Peninzula, Meksiko yang hilang ribuan tahun yang lalu. Apa yang ironik disini adalah bahwa situs tersebut merupakan bekas peradaban asli Amerika yang termaju sebelum kedatangan orang-orang Eropa. Perkembangan arsitektur, kultur masyarakat, seni pahat dan ukir, serta seni lukisnya mengagumkan sehingga dijuluki sebagai Mesoamerica, Dunia Baru.

Namun, pada puncak peradabannya, kota-kota kuno tersebut mengalami penyusutan populasi secara ekstrim dalam waktu yang singkat dan berakhir dengan keruntuhan peradaban Maya kuno. Penduduk yang pada awalnya membangun kota tersebut menjadi sedemikian megah dan hidup dalam titik puncak peradaban, akhirnya keluar dari kota dan terpaksa mencari tempat baru. Ada apa gerangan?

Puncak peradaban Anasazi adalah menyulap padang pasir dengan curah hujan yang fluktuatif dan situasi geografis yang relatif terisolasi, menjadi kota yang dipenuhi dengan rumah bertingkat, pepohonan, dan sumber pangan yang melimpah. Perkembangan masyarakatnya dapat menjawab permasalahan-permasalahan sosial seperti bagaimana memberi makan seluruh penduduknya.

Dalam menghadapi alam yang kering misalnya, mereka menggali dataran rendah, memodifikasinya, membendung aliran air, menyadap rembesan dari karst (dan batuan kapur bawah tanah) dan membuatkannya saluran menuju sebuah penampungan air raksasa yang juga dapat menampung air hujan. Dengan begitu, mereka dapat menyediakan air minum untuk 10.000 orang selama 18 bulan. Dan kehidupan Maya berkembang menuju puncaknya.

Tetapi seiring itu, orang Maya harus membayar mahal. Lingkungan dan iklim yang mereka taklukkan pun berubah. Para klimatolog (ahli iklim) dan paleoecologist (ahli lingkungan masa lampau) menemukan beberapa bukti mengenai perubahan iklim dan lingkungan yang menyumbang kejatuhan. Tanpa sadar, dengan memodifikasi alam, mereka telah merusak lingkungannya sendiri, termasuk pembabatan hutan untuk pembukaan lahan pertanian dan erosi tanah oleh eksploitasi berlebihan.  Bangsa Maya kuno ditimpa kekeringan berkali-kali, dan memaksa mereka untuk eksodus. Situasi ini ditambah dengan faktor kultural dan politik, seperti persaingan antar raja-raja dan para bangsawan, yang berujung pada perang.

Kisah peradaban Anasazi kuno ini merupakan sudut pandang orang masa sekarang melihat masa lampau. Sementara untuk memahami masa kini, Diamond mengajak memakai sudut pandang orang masa depan. Maka sepanjang film ini ada banyak ilustrasi mengenai bagaimana para ilmuwan masa depan mendapati artefak-artefak sekarang untuk menjelaskan sebuah keruntuhan peradaban terkini.

Collapse mengajukan Las Vegas dan Los Angeles, sebagai sampel (calon) kota peradaban yang runtuh dengan puing-puing dunia modernnya. Kemajuan kota-kota modern tersebut digambarkan serupa dengan kota Anasazi kuno. Yang pada akhirnya ditinggal oleh penduduknya karena tidak memungkinkan lagi untuk hidup di tempat tersebut. Alasannya sederhana, pola kehidupan di kota-kota yang digambarkannya sudah tidak lagi masuk akal. Bagaimana sungai yang memiliki ekosistemnya sendiri dibendung untuk menyuplai air masyarakat kota, lahan pertanian massal dihamparkan dengan menggunduli hutan tropis terlebih dahulu.

Dalam salah satu scene digambarkan bagaimana sebuah usaha pertanian di Huron, harus membunuh (mereka menyebutnya rasionalisasi) pohon-pohon almond produktif yang awalnya mati-matian mereka tanam. Jumlah pohon yang dirasionalisasi mencapai setengah dari lahan, yang terpaksa dilakukan karena defisit air. Sesuatu yang lahir setelah bertahun-tahun mereka mengekstrak air tanpa batas. Di tahun 1950an, California adalah padang gersang yang disulap menjadi taman eden. Mereka melakukannya dengan membuat saluran air berjarak ratusan mil dari sumbernya untuk menyuplai kebutuhan pertanian dan kehidupan sehari-hari. Ini lantas menjadikan wilayah tersebut menjadi salah satu daerah pertanian paling produktif di seluruh dunia.

Sekarang, orang-orang di California mesti menggali sedalam 700 meter hanya untuk mendapatkan air. Sementara satu pohon almond mengkonsumsi 400 liter air setiap hari. Petani harus melakukan langkah radikal untuk beradaptasi dengan krisis atau Los Angeles, California akan menjadi Anasazi di masa kini.

Jared Diamond juga mengajukan krisis energi dan moneter sebagai salah satu hal penting yang menyumbang keruntuhan peradaban. Di masa silam, persoalan energi dan moneter ini sama-sama muncul dalam peradaban Romawi dan Maya. Meskipun kedua peradaban ini saling berjauhan dan belum terkoneksi secara langsung karena situasi teknologi telekomunikasi dan transportasi saat itu, namun keduanya memiliki sesuatu yang sama. Setelah berabad-abad dominasi kejayaannya, era kedua peradaban tersebut akhirnya habis.

Pada era Romawi, perang dan penaklukan serta imperialisme-lah yang membuat peradaban tersebut bertahan. Salah satu yang menopangnya adalah jaringan jalan. Namun seiring waktu, Romawi kehabisan energi untuk terus memperbesar wilayah dan menjalankan tata pemerintahannya.

Kini terdapat setidaknya 2 milyar mobil yang akan menjadi rongsokan berbahaya. Ini adalah salah satu penanda bagaimana absurdnya peradaban ini menyedot dan mengelola energi. Menurut para ahli, kita hanya butuh 200 tahun semenjak revolusi industri, untuk menghabisi cadangan bahan bakar berbasis fosil. Berdasarkan perhitungannya, dalam satu hari kerja manual hanya akan menghasilkan minyak sebanyak satu sendok makan. Ini berarti untuk satu tangki bensin yang tunggal setara dengan dua tahun kerja manusia!

Sementara itu, para ilmuwan dan kaum industrialis terus mengembangkan pembangkit listrik dengan teknologi terbaru. Nyatanya, teknologi yang kita pakai 50 tahun lebih itu hanya mampu mengekstrak 25 persen energi yang tersedia dan membuang percuma 75 persen sisanya. Saat hal itu dirasa tidak mencukupi, mereka kemudian mengembangkan teknologi yang dipandang bisa menghasilkan sumber energi berkali lipat : nuklir!

* * *

Peradaban adalah soal bagaimana menaklukkan alam. Hal ini berlaku semenjak peradaban pertama dimulai dengan pertanian sebagai upaya awal menundukkan dan memanipulasi alam. Pertanian terbukti mengambil lebih banyak dari tanah ketimbang yang bisa dikembalikannya. Dan karenanya Diamond memang benar bahwa hal ini adalah kesalahan terburuk dalam sejarah umat manusia.

Kini, penaklukan alam dalam peradaban modern ini sangatlah mengerikan. Pertambangan minyak, gas, logam dan mineral, menghasilkan lebih banyak kerusakan alam dan ketimpangan sosial ketimbang kemakmuran merata di masyarakat seperti mitos yang dijanjikan. Sementara di tempat lain, juga digambarkan bagaimana laju produksi kendaraan bermotor tak lagi terbendung. Ini akan terus menyerap permintaan akan sumber energi/bahan bakar fosil atau ‘gantinya’ berupa biofuel.

Sebagai konsekuensi inheren dalam peradaban, ancaman krisis pangan, perubahan iklim, bencana alam, gagal panen, genosida, serta perang militer besar-besaran adalah sesuatu yang melekat tak terpisahkan dari kehidupan saat ini.

Apa yang disampaikan Jared Diamond dalam Collapse ini sebenarnya bukanlah hal baru, melainkan rangkuman tentang konsekuensi dari tata kehidupan harian kita. Terbenam dalam peradaban, kita dapat menghancurkan planet ini bahkan dari kamar mandi saja. Tidak perlu ke hutan, dan cukup biarkan Unilever dan Sinar Mas menghabisi hutan tropis di Kalimantan untuk memproduksi sampo atau sabun mandi kita. Tetapi, mode kehidupan modern telah pelan-pelan menyandera kepekaan kita dalam memikirkan dampak dari kehidupan yang kita jalani saat ini. Segala sesuatu yang ‘masih jauh’ itu belum terasa padahal apa yang berlangsung di masa silam telah berulangkali membuktikan bahwa konvergensi kekeringan, kelaparan, bencana lingkungan dan kehancuran finansial adalah penyebab keruntuhan peradaban.

* * *

Peradaban adalah tema sentral dalam beberapa karya Diamond. Ia bukanlah yang pertama dan satu-satunya yang berbicara tentang tema ini. Namun karena pengetahuannya yang luas, keahliannya yang mumpuni, Diamond banyak menginspirasi gerakan radikal seperti kelompok-kelompok anarkis-hijau, anarkis-primitivis, maupun anarkis-antiperadaban secara luas.

Tetapi sang Profesor tetaplah seorang ilmuwan yang dibesarkan oleh peradaban sains itu sendiri yang belum sepenuhnya lepas dari nalar pencerahan. Nampaknya Diamond terlalu khawatir akan keruntuhan yang diramalkannya itu. Kadang pula ia menyamakan kejatuhan peradaban sebagai hal yang similar dengan berakhirnya kehidupan. Proposalnya adalah mempertahankan peradaban modern ini dengan sesuatu yang lebih berkelanjutan. Dalam tawaran praktisnya mendorong manajemen sumberdaya yang arif dan bijaksana di bawah kendali pemerintah dan swasta –sesuatu yang mustahil. Ini mengingatkan rekomendasi optimistiknya di Gun, Germs, and Steell, tentang wabah malaria dan kemiskinan akan dapat ditangani dengan baik lewat ‘kerjasama internasional yang solid’.

Ini sangat berbeda dengan ekspresi anti-peradaban dalam gerakan radikal seperti anarkis-primitivis maupun anarkis non-primitivis yang mengagendakan penghancuran peradaban sebagai satu-satunya jalan untuk mengembalikan harmoni dan kealamian yang lestari. Bukan mempertahankan, melainkan membalikkan arahnya. Dan tentu saja juga sangat berbeda dengan penghancuran dan kehancuran sebagai konsekuensi dari karakter peradaban itu sendiri.

Akhir kata, akan lebih baik jika membaca versi bukunya yang lebih lengkap dan detail. Serta untuk mengurangi kekecewaan atas rekomendasi agenda sang Professor, sering-seringlah mengingat bahwa bagaimanapun ini adalah dokumenter produksi National Geographic! [iy]

 

Tagged , ,

Related Posts

One Comment

  1. DoniApr 21, 2011 at 7:43 am

    wow… resensinya kereen. jadi ketagihan wacanawacana anticiv.
    btw kontinum tidak bikin diskusi tentang antiperadaban ya? mau donk diundang

Flash News
Terbitan Terbaru !
Serum #5 - Cover

Serum #5 - Mei 2013