Teks
NASIONALISME (MEMANG) SEMPIT
Sengketa palsu antar Republik Indonesia dan Kerajaan Malaysia yang tak henti-hentinya dikipasi oleh politisi dan media-media kapitalis, melahirkan banyak pertanyaan. Apakah reaksi dan protes dari masing-masing warga Negara adalah cerminan patriotik? Dan apakah hal tersebut hanyalah ekspresi nasionalisme sempit? Atau bahkan, tidak ada nasionalisme yang luas dan universal, karena nasionalisme pada dasarnya sempit?
Sejak lahir kita dilekatkan dengan sebuah identitas kebangsaan dan kemudian seterusnya kita didefinisikan dalam kerangka nasional. Hal tersebut seolah-olah alamiah. Kita semua diasumsikan milik dari sebuah kelompok bangsa (nasion), dan karenanya kita mesti berfikir dan bertindak sesuai dengan aturan-aturan dan tradisi sebuah bangsa.
Masyarakat ini berjalan dengan gagasan-gagasan mengenai kebangsaaan dan kewarganegaraan yang tidak pernah diperiksa.
Dalam pandangan umum, sebuah bangsa adalah kelompok masyarakat yang saling berbagi budaya, sejarah, asal, bahasa, geografi, komunitas dan setumpuk nilai-nilai yang dianut bersama. Sementara nasionalisme (modern), tidak ada hubungannya dengan ‘bangsa’ yang disebutkan di atas. Nasionalisme adalah ‘ideologi’, sebuah upaya politis yang membangun dan merawat konstruksi antara masyarakat dan Negara.
Nasionalisme modern lahir seiring munculnya Negara-bangsa (nation-state), dan menjadi asosiasinya. Negara-bangsa dipandang sebagai perkembangan historis dari komunitas nasional. Akibatnya banyak hal yang berlangsung di dunia ini dilumrahkan, misalnya ketika sebuah kelompok merepresentasikan kelompok lainnya atas nama kepentingan nasional, atau saat populasi dunia dibagi-bagi (baca: dikerangkeng) dalam petak-petak Negara. Tampaknya karena berlangsung semenjak kemunculan awal Negara-bangsa, maka hal-hal tersebut seolah-olah alamiah, given, dan tanpa gugat.
Padahal jika ditelusuri ulang, kemunculan Negara-bangsa tidak lepas dari perkembangan kapitalisme, terutama di Eropa abad 16 hingga 19. Evolusi kapitalisme dan Negara-bangsa saling terkait dan saling memajukan. Kemunculan dan perkembangan kapitalisme bukanlah hal yang kebetulan tapi dalam syarat-syarat yang sesuai dan kondusif untuk berkembang. Sebaliknya juga, gagasan Negara-bangsa modern tidak muncul dengan sendirinya tetapi berkembang dari kondisi yang telah ada.
Konteks ini tentu berbeda dengan misalnya orang-orang Papua yang berjuang untuk lepas dari kolonialisasi Indonesia, dimana ada sebuah identitas kolektif yang konkrit dan menyatukannya dalam melihat penindasan yang berlangsung. Meski begitu, para insurgen Papua juga pejuang Palestina, revolusioner Chiapaz, proletariat Atjeh, dan masyarakat adat di Bolovia dan pedalaman Amazon Venezuela serta pejuang-pejuang lain seharusnya sudah sejak dini mulai menyadari bahwa ada banyak alternatif dari perjuangan pembebasan, selain dikotomi : mendirikan Negara baru dan menaikkan sekelompok elit penguasa baru atau bertahan dengan otonomi palsu dan ilusi masyarakat multikultural. Dan alternatif tersebut hanya bisa dicari saat kita mulai menghancurkan gagasan-gagasan tentang kenegaraan dan bentuk-bentuk politik otoritarian lainnya.
‘Bangsa’ dalam persemaian paksa kapital dan Negara-bangsa adalah selubung atau fantasi yang mengaburkan dan menyembunyikan perjuangan yang ada di dalam sebuah bangsa. Dalam Negara, tidak ada sesuatu pun yang menyatukan masyarakat, sebagaimana sebuah bangsa menyatukan anggotanya melalui budaya, sejarah, asal, bahasa, geografi, komunitas dan setumpuk nilai-nilai yang dianut bersama. Akibatnya tak ada yang namanya kepentingan nasional. Yang ada hanyalah kepentingan Negara-bangsa yang manipulatif itu, yang ditentukan oleh pemegang kendali nasional.
Kita tidak sedang berperang dengan bangsa lain. Kita sedang berperang melawan sebuah kelas, kontrol dan hirarki serta seluruh sistemnya yang menghisap, mengontrol dan mendomestikasi kehidupan kita. Dan jelas, nasionalisme adalah praktek kolaborasi dengan para penindas. Nasionalisme tidak menawarkan apa-apa selain menyerukan perdamaian antara yang terhisap dengan yang menghisapnya, yang dikontrol dengan yang mengontrol. Pada akhirnya nasionalisme hanyalah alat kontrol untuk memanipulasi kesadaran kita agar senantiasa terikat dalam sebuah identitas bentukan, struktur sosial yang hirarkis dan peradaban modern.
Kita harus berjuang untuk kehidupan kita, dan bukan demi ilusi identitas buatan yang akan terus mengabadikan kita dalam penjajahan.
Tagged nasionalisme, pembebasan nasional
fajriSep 6, 2010 at 12:27 pm
omong kosong tentang nasionalisme!!!!
ketika negara berperang, yg jadi tumbal adalah orang-orang yg tak banyak tahu apa2 tp meyakini nasionalisme menjadi tuhan baru dalam hidup mereka!!!
rylsickSep 6, 2010 at 3:21 pm
nasionalisme di INdonesia mempunyai kekhasan karena selalu lekat dan identik dengan nilai-nilai militeristik dan warrior ethic. kritiknya bukan saja terhadap konsepsi nation-state, tapi bagaimana nasionalisme di Indonesia tumbuh dan berkembang. nasionalisme post-kolonial untuk Indonesia terasa sekali saat Soekarno menjadi presiden, lalu kemudian berubah menjadi bentuk nasionalisme yang militeristik sebagai legitimasi militer untuk menjadi institusi terdepan di Indonesia. makanya yg membedakan nasionalisme Indonesia dengan negara lain ialah terletak pada kadar nilai-nilai militeristiknya yang muncul akibat pembelajaran sejarah dan tradisi yg disalahgunakan.
UnprivilegedSep 6, 2010 at 10:41 pm
Saya amat setuju! Segala perseteruan antar pemerintah ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan rakyat. Ini hanyalah bagian dari propaganda untuk membela institusi yang berlandaskan kekerasan, yang sebenarnya adalah musuh terbesar masyarakat yang benar-benar merdeka!
phyroSep 9, 2010 at 9:00 pm
tepat!!..membicarakan nasionalisme sebagai ide hegemonik tentu sama halnya membicarakan sebuah kontadiksi pokok dalam dua klas yang saling berlawanan, namun perlu kita elaborasi lagi bahwa kapitalisme tidak serta mengakar dan menjadi tentakel pada lapisan atas (negara) namun memiliki mekanisme tersendiri, dari jenjang yang paling bawah hingga paling atas, dalam analisa sederhana kapitalisme terus mengalami kematangannya dari muda menjadi tua(imperialisme). pisss kontinum!! slm bungaApi. tk
oditeSep 10, 2010 at 8:29 pm
@ berbicara tentang nasionalisme bukan cuma melulu menganalisa kontradiksi pokok dalam dua kelas yang berlawanan dear!! ini juga adalah tentang bagaimana sebuah ideologi membentuk kita menjadi fanatik tanpa menelusuri dan mempelajari sendiri masalah yang terjadi diluar kehendak kita, dan akhirnya kita mengabdi atas nama ideologi bentukan tadi. kita bukan lagi kita, kita adalah negara itu sendiri, kita adalah indonesia. sedang orang-orang yang ada di wilayah teritori diberi nama malaysia adalah malaysia bukan diri mereka.
ini seperti ID Card palsu sayangku. kita direpresentasikan atas nama negara. itu tidak masuk di akal kecilku yang cuma bisa nampung sedikit. seperti ketika suku dayak mengatakan “kami tidak akan mengakui negara sebelum negara mengakui kami”, jelas-jelas indonesia tercinta meraup semua komunitas dengan label buatannya tanpa mengakui keberadaannya. bahkan mereka rela perang ketika sebuah komunitas mau memisahkan diri dari nation atau diakui sepihak oleh nation lain. (apa betul kalo saya bilang nation?? hahahaha, kedengaran keren tapi dungu!!)
bayangkan saja, ada otoritas diluar kita yang membentuk identitas palsu untuk kita untuk kemudian dimanfaatkan demi kemajuan “mereka”.. dan kita dapat apa??
dan sayangku, memang betul kapitalisme memiliki mekanismenya sendiri. tapi kalau kamu bilang tentang lapisan-lapisan, dan kamu mengatakan lapisan atas=negara??!!
oh hayolah, kita harus belajar sama-sama lagi tentang konsep negara..
Love u anyway
oditeSep 10, 2010 at 8:30 pm
komen di atas buat pyro ^^
oditeSep 10, 2010 at 8:31 pm
buat pyro : berbicara tentang nasionalisme bukan cuma melulu menganalisa kontradiksi pokok dalam dua kelas yang berlawanan dear!! ini juga adalah tentang bagaimana sebuah ideologi membentuk kita menjadi fanatik tanpa menelusuri dan mempelajari sendiri masalah yang terjadi diluar kehendak kita, dan akhirnya kita mengabdi atas nama ideologi bentukan tadi. kita bukan lagi kita, kita adalah negara itu sendiri, kita adalah indonesia. sedang orang-orang yang ada di wilayah teritori diberi nama malaysia adalah malaysia bukan diri mereka.
ini seperti ID Card palsu sayangku. kita direpresentasikan atas nama negara. itu tidak masuk di akal kecilku yang cuma bisa nampung sedikit. seperti ketika suku dayak mengatakan “kami tidak akan mengakui negara sebelum negara mengakui kami”, jelas-jelas indonesia tercinta meraup semua komunitas dengan label buatannya tanpa mengakui keberadaannya. bahkan mereka rela perang ketika sebuah komunitas mau memisahkan diri dari nation atau diakui sepihak oleh nation lain. (apa betul kalo saya bilang nation?? hahahaha, kedengaran keren tapi dungu!!)
bayangkan saja, ada otoritas diluar kita yang membentuk identitas palsu untuk kita untuk kemudian dimanfaatkan demi kemajuan “mereka”.. dan kita dapat apa??
dan sayangku, memang betul kapitalisme memiliki mekanismenya sendiri. tapi kalau kamu bilang tentang lapisan-lapisan, dan kamu mengatakan lapisan atas=negara??!!
oh hayolah, kita harus belajar sama-sama lagi tentang konsep negara..
Love u anyway
homelesskatakuSep 12, 2010 at 4:33 pm
@odite: makasih tanggapanx. ..piss