Teks
ZONA DAGANG DIPERLUAS, MAKNA KEHIDUPAN DIPERCIUT
Ishmael Yahalah
Bulan Januari 2010 barusan, perdagangan bebas antara negara-negara ASEAN dan China resmi dimulai. Ini berarti aliran barang yang keluar-masuk akan lebih bebas, tanpa proteksi, dan tanpa aturan-aturan yang bisa menghambat sirkulasi kapital.
Di bawah rezim pasar bebas, perluasan zona akumulasi berlangsung secara simultan dan tanpa jeda. Contohnya pada pemberlakuan zona baru seperti ASEAN-China ini. Cakupan wilayahnya menghampiri 13.000 km2 dengan total 1,9 milliar penduduk (baca: konsumen). Sungguh potensi yang menggiurkan, memang.
Oleh karena itu, selain dengan China, ASEAN juga akan ditautkan dengan beberapa negara dan kawasan untuk membuat zona-zona baru dengan aturan dagang liberal, seperti Australia dan Selandia Baru, India, Jepang, dan Korea.
Sementara itu, di belahan dunia lain, liberalisasi dagang telah lebih dulu menyapu lebih dari separuh planet ini. Di benua Afrika, African Free Trade Zone (AFTZ) telah ditandatangani dan menunggu ratifikasi dari negara-negara anggotanya. Sebelumnya di tahun 1999 telah diresmikan Economic and Monetary Community of Central Africa (CEMAC).
Di wilayah Asia dan Pasifik ada Asia-Pasific Trade Agreement APTA, dan South Asia Free Trade Agreement SAFTA, ASEAN FTA, juga South Pacific Regional Trade and Economic Cooperation Agreement. Lalu juga ada European Economic Area EEA dan ECOWAS di Eropa serta Central European Free Trade Agreement (CEFTA) yang khusus membungkus Eropa Tengah.
Sementara di Amerika dibentuk ALADI atau Latin American Integration Assosiation, dan tentu saja NAFTA (North American Free Trade Agreement).
Lalu bagaimana dengan Jazirah Arab? Ya, disana pun tak luput dengan disepakatinya Greater Arab Free Trade atau GAFTA pada tahun 1998.
Intinya, perluasan zona-zona dagang telah berlangsung dengan sangat pejal. Sehingga, pada tahun 2020 diperkirakan tak ada lagi wilayah di planet ini yang tidak masuk dalam kontrol kapital secara radikal.
Situasi ini semestinya menjadi basis gerak kelas pekerja untuk bertindak dan menyusun strategi baru, ketimbang kembali pada pola-pola lama seperti mengambil alih kekuasaan negara yang terbukti tidak efektif, otoritarian, korup, dan kontrarevolusioner.
Dengan semakin diperluasnya zona dagang liberal, maka pada saat yang sama juga mendorong penciutan atau pereduksian makna kehidupan.
Perdagangan bebas ditandai dengan semakin pejalnya industrialisasi. Ekonomi serta seluruh kehidupan diaransemen berdasarkan pola-pola industri. Akumulasi kapital tidak lagi bertumpu pada pembukaan pasar dan kolonialisasi semata, tetapi reproduksi dan valorisasi kapital-lah yang menjadi mode kontrol dan dominasi atas hidup dan kehidupan di muka bumi ini.
Dengan semakin rapatnya ruang-ruang industrial, kompetisi yang terjadi bukan lagi kompetisi antar borjuis untuk memperebutkan pasar, melainkan juga kompetisi antar pekerja untuk menjadi siapa pekerja yang paling murah dan mudah diatur. Kesemuanya jelas disebabkan oleh tekanan kapital dimana pekerja hanya bisa mengakses kebutuhan-kebutuhannya melalui : kerja!
Perubahan sebuah wilayah menjadi zona dagang yang buas tidak hanya melahirkan ketimpangan ekonomi semata. Ia juga melahirkan kontrol dan domestikasi baru dalam berbagai bentuk, dari struktur sosial hingga fisik tempat tinggal, dari norma dan tatanan kehidupan hingga peradaban termutakhir.
Kontrol dan domestikasi tersebut pada akhirnya meluruhkan batas antara waktu produksi yang mewajibkan pekerja bekerja pada majikannya, dengan waktu senggang yang dimanfaatkan untuk mengkonsumsi komoditi-komoditi yang mengalir karena liberalisasi dagang. Inilah siklus waktu yang palsu (pseudo-cyclical time), yang lahir dari kultur industri dan konsumsi massal. Dikatakan palsu karena seorang pekerja disaat bersamaan adalah seorang konsumen yang menyerap dan mengkomposisi over-produksi, sehingga alur kapital tetap bisa berjalan dengan baik. Waktu-waktu yang dipergunakan oleh seorang pekerja untuk beristirahat, melakukan rekreasi, atau yang terbebas dari aktifitas produksi konvensional, adalah waktu produktif bagi pekerja lain dalam menyediakan komoditi dan kebutuhannya.
Dengan kata lain, hidup kini tak lebih dari bekerja –di waktu produktif, dan mengkonsumsi pada saat senggang. Aliran barang atau komoditi mesti diproduksi dan lancar untuk menghasilkan sumber profit, dan karenanya mutlak harus diserap (baca: dikonsumsi). Makna kehidupan dalam pasar bebas ala kapital telah menuju titik terdalam alienasi dan kehampaan esensi.
Dengan situasi seperti ini, kita seharusnya memiliki gambaran yang utuh mengenai perubahan total seperti apa yang diperjuangkan, ketimbang mereformasinya dan mempertahankan fitur-fitur yang ada dalam kapitalisme beserta sebagai orientasinya yang masih tersisa.
Tagged ekonomi, neoliberalisme
ifulkAug 19, 2010 at 6:10 pm
kapitalisme tetap slalu ada dunia karena banyak orang hebat yang berjung mati-matian membangunya,, kapital hidup hampir dalam diri tiap manusia..orang yang tahu akan itu memanfaatkannya sebagai peluang (kehidupan material),orang yang tak tahu hanya menjalankannya sebagai rutinitas hidup kedepan..jadi seperti sekarang ini hidup telah digelayuti oleh keharuman kapital, telah menjadi bagian dari budaya popular..kita hanya bisa mengantisipasi,,untuk merubah secara total butuh pemahaman dan efek yaang betul2 terasa menyengsarakannya..selama masih terasa nikmat, itu tidak mungkin…
UnprivilegedAug 23, 2010 at 3:22 am
Yand menjadi masalah ialah istilah “pasar bebas” dan “perdagangan bebas” yang digunakan oleh media-media mainstream, korporasi, dan negara. Pemikir anarkisme seperti Proudhon dan Benjamin Tucker sendiri mendukung pasar bebas maupun perdagangan bebas, tapi tidak dalam bentuk “pasar bebas” atau “perdagangan bebas” melalui korporasi-korporasi dan perjanjian antar negara, yang sangat amat proteksionis bagi segelintir negara-negara yang kaya. Tidak ada yang salah dengan pasar itu sendiri (selama dalam bentuk koperasi-koperasi), yang menjadi masalah ialah ketika negara campur tangan untuk menyokong dan memfasilitasi pasar-pasar kapitalis.Tidak ada yang “bebas” dari sebuah perjanjian perdagangan antar negara, yang ada ialah pengistimewaan, perlindungan-perlindungan diskriminatif, subsidi besar-besaran bagi korporasi, maupun perluasan/penguatan intellectual property ke seluruh ujung-ujung dunia. Tidak ada yang “bebas” dari sini.
UnprivilegedAug 23, 2010 at 4:17 am
@ifulk,
Kapital itu tidak akan akan bertahan tanpa adanya kekuasaan untuk mengecualikan populasi umum dengan kekerasan, dan kekuasaan ini biasanya disediakan oleh kelas penguasa, yang pada umumnya dalam bentuk pemerintahan negara.
Ishmael YahalahAug 24, 2010 at 8:33 amAuthor
Hi, Unpriv…
Kamu pasti bisa membaca bahwa istilah ‘pasar bebas’ adalah pasar yang didorong dan dikendalikan oleh kapital. Tulisan ini keseluruhannya membahas tentang pasar bebas kapitalisme.
Tulisan ini tidak membahas hal-hal baru kok. Luruhnya waktu produktif dan konsumsi sudah jauh hari dibahas oleh gerombolan SI, dan kini kelompok-kelompok anarkis kontemporer. Waktu siklik palsu itu kan juga muncul dalam teks-teksnya Debord.
Tulisan ini sekedar menawarkan perspektif yg lebih ngonteks dgn kehidupan personal dan bersifat harian, sebagai interupsi atas wacana-wacana ‘neolib’ ala gerakan Kiri yang kering dan begitu-begitu saja.
Thanks,
~ IY
UnprivilegedAug 24, 2010 at 9:40 am
Saya paham betul maksud dari istilah “pasar bebas” yang anda gunakan. Yang saya maksud ialah istilah “pasar bebas” yang kita kenal secara umum, baik dari media-media korporasi maupun negara, adalah sebuah istilah yang dimanfaatkan oleh para propagandis kapital, yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan pasar yang bebas. Anarkisme-nya Proudhon juga mendukung “pasar bebas” tetapi anti-kapitalis (berbentuk koperasi-koperasi). Tidak semua “pasar bebas” itu berbentuk kapitalis, malahan “Kapitalisme” dan “Pasar Bebas” itu istilah yang sangat bertentangan. http://c4ss.org/content/3202
“Pasar bebas” itu sebenarnya juga istilah anarkisme yang secara kurang ajar direbut oleh Kapitalisme demi menyebarkan propagandanya. Neoliberalisme yang dikenal “melepaskan campur tangan negara” sebaliknya malah memperkuat campur tangan negara untuk menyokong, mendanai, dan melindungi kapital pribadi dari persaingan pasar-pasar koperasi. Presiden Ronald Reagan, yang dikenal merupakan salah satu pemimpin regim neoliberal, adalah presiden Amerika Serikat yang paling Proteksionis dari gabungan semua presiden-presiden pasca Perang Dunia II. Masalah dari “perdagangan bebas” ialah perdagangannya sama sekali tidak bebas, Amerika dan Eropa mensubsidi agrikulturnya 350 miliar dolar per tahun untuk diekspor ke negara-negara miskin. IMF, WTO, dan World Bank adalah institusi yang diciptakan melalui kerjasama Negara dan Korporasi, yang merupakan antitesis dari kebebasan pasar.
UnprivilegedAug 24, 2010 at 9:42 am
Btw, saya tidak mengkritik tulisan anda, menurut saya tulisan anda bagus sekali. Saya cuma mau sharing aja.